SEPUCUK SURAT DI BANGKU SD
TA 2000 – 2001
Entah, dari mana awalnya hingga terjalin cinta monyet antara kita. Rasanya berbunga-bunga saat aku bisa memandang senyummu. Meskipun aku kurang yakin, sudahkah kamu gosok gigi tadi pagi? Apalagi sampai kita bisa bercanda bareng. Itu bakal kuanggap sebagai waktu istimewa dalam hariku.
Cengeng, polos, gak gentle, dan nangisan. Mungkin itu merupakan sederet karakter yang melekat pada diriku dulu. Sama sekali gak punya basic dalam merayu cewek seperti kebanyakan temen-temen. Aku pernah gagal dalam usahaku memainkan mulut sampai bernada ssuiittt … suiittttt…..
Suatu hari, Fian temen mainku telah menceritakan sesuatu yang menarik untuk kudengar. Dengan bangganya dia menceritakan bahwa dia baru saja mengirimkan surat kepadamu. Aku berfirasat, pasti bukan surat dinas maupun undangan khitanan. Melainkan ungkapan penembakan seorang cowok jablay kepada cewek idamannya. Ya benar, itu Surat Cinta.
Grrrrrrrr…. (rasa cemburupun menggelora, namun tak kuasa untuk berteriak sekuat-kuatnya menyampaikan apa isi hatiku). Aku cuma bisa nyesek nelen lidah sambil pura-pura ikut seneng dan sabar ndengerin curhatnya Fian yang pingin nembak kamu.
Beberapa hari kemudian, saat aku nyantai di rumah melepaskan letih, beberapa temen gengmu mendatangiku. Diberikannya sebuah amplop untukku. Maklum, waktu itu belum kita kenal apa itu chatting, faximile, maupun email. Ternyata ini surat darimu. Setelah cari tempat sepi yang jauh dari jangkauan ibu, aku segera mencium amplop itu sesuai instruksi dari pantun yang kamu tulis.
“Buah duku buah manga, dicium dulu baru di buka”.
…………………………….
Satu kata demi satu kata, satu baris demi satu baris telah kubaca hingga akupun mulai menggaris bawahi inti dari surat itu adalah “kamu mencintai aku”. Dan gak suka dengan Fian. Padahal dia yang ngebet pingin macarin kamu. Lalu ku pamerin surat cinta darimu kepada Fian. #Dengan senyum bangga sedikit ngece
Bagaikan dapet durian jatuh, yang sudah terkelupas kulitnya. Aku sangat girang, karena seorang yang aku kagumi telah membalas perasaan hati ini lewat surat cinta. Baru ku sadari, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Memang, sebenarnya aku telah lama memendam rasa kepadamu. Aku menjadi salah satu pengagum rahasimu diantara beberapa teman kita yang mungkin juga menaruh rasa terhadapmu.
Tanpa contek KBBI, aku mulai menulis balasan surat tsb. Kemudian kubungkus rapat dengan segel plastik berisolasi. Bekas undangan orang tuaku yang kebetulan belum rusak. #Biar keliatan kece…
* * *
Sore hari, langit begitu cerah. Seakan menjadi saksi langkah demi langkah laju kakiku. Aku berjalan kearah timur menuju rumah Rina (adik kelas kita, yang ku anggap cukup dekat denganmu). Gak cukup jauh. Cuma butuh puluhan detik saja mungkin untuk sampai kerumahnya. Lalu aku beranikan diriku untuk menitipkan coretan penaku itu padanya. Gak romantis juga rasanya jika aku berikan langsung kerumahmu. Lagian mana berani aku menghadapi bapakmu yang galak. Selanjutnya aku gak tahu entah diapakan surat itu oleh Rina. Aku berharap, dia tak membacanya.
Esok hari di kelas, saat aku baru aja tiba. Terlihat di kelas 5 kaya’ pada saling berebut angpao saat Gong Xi Fachai. Ada yang teriak-teriak gak ketulungan, ada yang sinis ngece, ada yang cuma cengar-cengir, ada juga yang ra popo.
Oh my God…ternyata mereka pada ngetawain aku. Tentang surat cinta yang aku tulis kemarin. Dibacakannya surat itu didepan kelas. Dengan gaya ejekan yang bikin suasana kelas makin gaduh. Ada sedikit kata yang mungkin nyindir Fian dalam surat itu. Aku kena pasal Pencemaran Nama Baik.
Sebuah nama panggilan aku pakai seperti kamu memakainya dalam suratmu untukku. Mungkin nama itulah yang membuat temen-temen ketawa. Dan seperti kebanyakan bocah saat dijahilin temennya, aku cuma bisa nangis terisak-isak sembari memandang lantai kelas. Rasa jengkel dan nyesek berbaur dalam diriku. Ingin rasanya kugampar muka mereka. Namun mana berani aku? Jumlah muka mereka lebih banyak dari jumlah tanganku.
Aku bingung, bagaimana ceritanya sampai surat itu dibaca temen-temen. Padahal kemarin aku menitipkannya pada Rina. Ataukah dia menaruh surat itu ke lacimu tadi pagi, karena kemarin belum sempet ketemu kamu? Dan akhirnya diambil temen jahil lalu di publish ke depan kelas? #Gile…
Diperjalanan pulang sekolah, aku sempat dihadang Fian. Rupanya dia akan mengungkapkan terima kasihnya untukku karena telah memuat nama sindirannya di dalam surat cintaku.
“Bokkkkkkk…” #Tinju Maut dari kepalan tangan Fian mengenai mukaku.
Dengan muka pasrah, aku harus menerima kenyataan siang itu. Padahal, aku mendapatkan bahasa itu darimu. Harusnya kamu yang dipukulin.
“Apakah kamu masih mencintai si mersi itu?
Sudahlah jangan dipikirkan, yang penting cinta kita tetap bersatu.”
Sekelumit kalimat kurang lebih seperti itu yang mungkin membuat Fian naik pitam. Padahal mungkin disini kata Merci = Mercedez Benz…
*(&(&^(#@$)(#)(^&)()#($*)@($#)()(*#@)($*
Urusan surat menyurat gak cukup sampai disini. Di lain waktu kemudian saat aku nyantai sehabis pulang dari sekolah, beberapa temen gengmu kembali datang nyamperin aku. Diberikannya sepucuk surat ke 2 darimu. Kayaknya cuma kamu aja yang selalu sok romantis sama aku.
Kemudian kubaca …
Tak kuasa ku teteskan air mata dari kelopak mataku. Maklum, aku emang nangisan. Surat itu bikin aku nyesek. Tanpa bukti dan saksi, kamu tuduh aku suka May teman kita. Hari itu kamu minta putus. Selanjutnya kusobek-sobek surat itu, hingga terpotong kecil tak beraturan. Hatiku hancur, jiwaku remuk tak berdaya. Soundtrack lagu galaupun terdengar ketika sobekan-sobekan kertas mulai berjatuhan menuju bumi. Lengkap dengan efek slowmotion yang bikin greget suasana. #Itu kalau di FTV
Hmmm… benar-benar cinta kelas upil. Baru aja kau mendapatkannya, eh langsung saja dibuang. Kamu mengakhiri hubungan itu dengan miris. Namun, kata DEWA: Hadapi dengan Senyum. Tak mungkin bagi aku untuk mengambil jalan bunuh diri menyikapi masalah itu.
“Seorang anak kelas 5 SD tewas bunuh diri karena patah hati”
Sungguh sebuah berita yang konyol di koran, jika hal itu sampai terjadi.
* * *
Diluar sekolah, kita juga temen seperguruan di tempat ngaji. Kita sama-sama belajar membaca Alquran dirumah Alm. Bp. Zu. Namun akhirnya aku pindah ke tempat Bp. Coy sebelum akhirnya kamu dan temen-temen pindah juga ke tempat ngajiku yang baru. Sesuai rekomendasi dari Alm Bp. Zu. Dan akhirnya kita sama-sama ngaji di tempat Bp. Coy.
Ditempat ngaji yang baru, kita bisa belajar lebih dari sekedar membaca Alquran. Ada tajwid, yasinan, wiridan, fiqih, dan lain-lain. Kita berteman sejak kecil. Teman sekolah, juga teman seperguruan di tempat ngaji.
* * *
TA 2000 – 2001
Entah, dari mana awalnya hingga terjalin cinta monyet antara kita. Rasanya berbunga-bunga saat aku bisa memandang senyummu. Meskipun aku kurang yakin, sudahkah kamu gosok gigi tadi pagi? Apalagi sampai kita bisa bercanda bareng. Itu bakal kuanggap sebagai waktu istimewa dalam hariku.
Cengeng, polos, gak gentle, dan nangisan. Mungkin itu merupakan sederet karakter yang melekat pada diriku dulu. Sama sekali gak punya basic dalam merayu cewek seperti kebanyakan temen-temen. Aku pernah gagal dalam usahaku memainkan mulut sampai bernada ssuiittt … suiittttt…..
Suatu hari, Fian temen mainku telah menceritakan sesuatu yang menarik untuk kudengar. Dengan bangganya dia menceritakan bahwa dia baru saja mengirimkan surat kepadamu. Aku berfirasat, pasti bukan surat dinas maupun undangan khitanan. Melainkan ungkapan penembakan seorang cowok jablay kepada cewek idamannya. Ya benar, itu Surat Cinta.
Grrrrrrrr…. (rasa cemburupun menggelora, namun tak kuasa untuk berteriak sekuat-kuatnya menyampaikan apa isi hatiku). Aku cuma bisa nyesek nelen lidah sambil pura-pura ikut seneng dan sabar ndengerin curhatnya Fian yang pingin nembak kamu.
Beberapa hari kemudian, saat aku nyantai di rumah melepaskan letih, beberapa temen gengmu mendatangiku. Diberikannya sebuah amplop untukku. Maklum, waktu itu belum kita kenal apa itu chatting, faximile, maupun email. Ternyata ini surat darimu. Setelah cari tempat sepi yang jauh dari jangkauan ibu, aku segera mencium amplop itu sesuai instruksi dari pantun yang kamu tulis.
“Buah duku buah manga, dicium dulu baru di buka”.
…………………………….
Satu kata demi satu kata, satu baris demi satu baris telah kubaca hingga akupun mulai menggaris bawahi inti dari surat itu adalah “kamu mencintai aku”. Dan gak suka dengan Fian. Padahal dia yang ngebet pingin macarin kamu. Lalu ku pamerin surat cinta darimu kepada Fian. #Dengan senyum bangga sedikit ngece
Bagaikan dapet durian jatuh, yang sudah terkelupas kulitnya. Aku sangat girang, karena seorang yang aku kagumi telah membalas perasaan hati ini lewat surat cinta. Baru ku sadari, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Memang, sebenarnya aku telah lama memendam rasa kepadamu. Aku menjadi salah satu pengagum rahasimu diantara beberapa teman kita yang mungkin juga menaruh rasa terhadapmu.
Tanpa contek KBBI, aku mulai menulis balasan surat tsb. Kemudian kubungkus rapat dengan segel plastik berisolasi. Bekas undangan orang tuaku yang kebetulan belum rusak. #Biar keliatan kece…
* * *
Sore hari, langit begitu cerah. Seakan menjadi saksi langkah demi langkah laju kakiku. Aku berjalan kearah timur menuju rumah Rina (adik kelas kita, yang ku anggap cukup dekat denganmu). Gak cukup jauh. Cuma butuh puluhan detik saja mungkin untuk sampai kerumahnya. Lalu aku beranikan diriku untuk menitipkan coretan penaku itu padanya. Gak romantis juga rasanya jika aku berikan langsung kerumahmu. Lagian mana berani aku menghadapi bapakmu yang galak. Selanjutnya aku gak tahu entah diapakan surat itu oleh Rina. Aku berharap, dia tak membacanya.
Esok hari di kelas, saat aku baru aja tiba. Terlihat di kelas 5 kaya’ pada saling berebut angpao saat Gong Xi Fachai. Ada yang teriak-teriak gak ketulungan, ada yang sinis ngece, ada yang cuma cengar-cengir, ada juga yang ra popo.
Oh my God…ternyata mereka pada ngetawain aku. Tentang surat cinta yang aku tulis kemarin. Dibacakannya surat itu didepan kelas. Dengan gaya ejekan yang bikin suasana kelas makin gaduh. Ada sedikit kata yang mungkin nyindir Fian dalam surat itu. Aku kena pasal Pencemaran Nama Baik.
Sebuah nama panggilan aku pakai seperti kamu memakainya dalam suratmu untukku. Mungkin nama itulah yang membuat temen-temen ketawa. Dan seperti kebanyakan bocah saat dijahilin temennya, aku cuma bisa nangis terisak-isak sembari memandang lantai kelas. Rasa jengkel dan nyesek berbaur dalam diriku. Ingin rasanya kugampar muka mereka. Namun mana berani aku? Jumlah muka mereka lebih banyak dari jumlah tanganku.
Aku bingung, bagaimana ceritanya sampai surat itu dibaca temen-temen. Padahal kemarin aku menitipkannya pada Rina. Ataukah dia menaruh surat itu ke lacimu tadi pagi, karena kemarin belum sempet ketemu kamu? Dan akhirnya diambil temen jahil lalu di publish ke depan kelas? #Gile…
Diperjalanan pulang sekolah, aku sempat dihadang Fian. Rupanya dia akan mengungkapkan terima kasihnya untukku karena telah memuat nama sindirannya di dalam surat cintaku.
“Bokkkkkkk…” #Tinju Maut dari kepalan tangan Fian mengenai mukaku.
Dengan muka pasrah, aku harus menerima kenyataan siang itu. Padahal, aku mendapatkan bahasa itu darimu. Harusnya kamu yang dipukulin.
“Apakah kamu masih mencintai si mersi itu?
Sudahlah jangan dipikirkan, yang penting cinta kita tetap bersatu.”
Sekelumit kalimat kurang lebih seperti itu yang mungkin membuat Fian naik pitam. Padahal mungkin disini kata Merci = Mercedez Benz…
*(&(&^(#@$)(#)(^&)()#($*)@($#)()(*#@)($*
Urusan surat menyurat gak cukup sampai disini. Di lain waktu kemudian saat aku nyantai sehabis pulang dari sekolah, beberapa temen gengmu kembali datang nyamperin aku. Diberikannya sepucuk surat ke 2 darimu. Kayaknya cuma kamu aja yang selalu sok romantis sama aku.
Kemudian kubaca …
Tak kuasa ku teteskan air mata dari kelopak mataku. Maklum, aku emang nangisan. Surat itu bikin aku nyesek. Tanpa bukti dan saksi, kamu tuduh aku suka May teman kita. Hari itu kamu minta putus. Selanjutnya kusobek-sobek surat itu, hingga terpotong kecil tak beraturan. Hatiku hancur, jiwaku remuk tak berdaya. Soundtrack lagu galaupun terdengar ketika sobekan-sobekan kertas mulai berjatuhan menuju bumi. Lengkap dengan efek slowmotion yang bikin greget suasana. #Itu kalau di FTV
Hmmm… benar-benar cinta kelas upil. Baru aja kau mendapatkannya, eh langsung saja dibuang. Kamu mengakhiri hubungan itu dengan miris. Namun, kata DEWA: Hadapi dengan Senyum. Tak mungkin bagi aku untuk mengambil jalan bunuh diri menyikapi masalah itu.
“Seorang anak kelas 5 SD tewas bunuh diri karena patah hati”
Sungguh sebuah berita yang konyol di koran, jika hal itu sampai terjadi.
* * *
Diluar sekolah, kita juga temen seperguruan di tempat ngaji. Kita sama-sama belajar membaca Alquran dirumah Alm. Bp. Zu. Namun akhirnya aku pindah ke tempat Bp. Coy sebelum akhirnya kamu dan temen-temen pindah juga ke tempat ngajiku yang baru. Sesuai rekomendasi dari Alm Bp. Zu. Dan akhirnya kita sama-sama ngaji di tempat Bp. Coy.
Ditempat ngaji yang baru, kita bisa belajar lebih dari sekedar membaca Alquran. Ada tajwid, yasinan, wiridan, fiqih, dan lain-lain. Kita berteman sejak kecil. Teman sekolah, juga teman seperguruan di tempat ngaji.
* * *